Ketika ‘Doa’ Hanya Sebagai Rutinitasku Saja …..
05.22.00
Add Comment
Ingatanku melayang, ketika pertama kali orang tuaku mengajarkan kami berdoa, untuk segala sesuatu yang akan aku lakukan. Mungkin sekitar 2 tahun ( jika benar, umur berapa tahun aku bisa mengingatnya ), kami ( aku dan adik2ku ) tidur di satu kamar, dan sebelum tidur, papaku duduk di sela2 kami ( aku dan adik2ku ), mengajarkan kami untuk mrelipat tangan dan tundukkan kepala serta berdoa,
“Tuhan, kami mau bobo, lindungilah kami, Amin”
Begitu kira2 doa pertama kami jika mau
tidur. Begitupun, jika kami mau makan, berjalan2 atau ke sekolah (
setelah kami bersekolah ). Dan begitu rutinitas kami dalam memulai
kegiatan kami, yaitu selalu berdoa, walau hanya terbatas kata2 yang
sederhana …..
Ketika masing2 dari kami, sudah mulai
bisa merangkai kata2 untuk berdoa, orang tua kamipun hanya membimbing
lebih ‘jauh’ dan kami perlahan bisa membuat doa, sesuai hati kami dalam
nama Tuhan. Jaman sekolah, sampai lulus kuliah, doaku terutama tentang kehidupkan sekolahku, bahwa aku ingin sekali membanggakan orang tuaku untuk bisa lulus sekolah dengan berprestasi, sehingga doaku menjadi rutinitas bagiku, di sela2 sekolah dan kuliahku yang memang padat ……
nama Tuhan. Jaman sekolah, sampai lulus kuliah, doaku terutama tentang kehidupkan sekolahku, bahwa aku ingin sekali membanggakan orang tuaku untuk bisa lulus sekolah dengan berprestasi, sehingga doaku menjadi rutinitas bagiku, di sela2 sekolah dan kuliahku yang memang padat ……
Tetapi, aku tetap berdoa, apapun
bentuknya. Aku tetap menundukkan kepala dan melipat tanganku untuk
sedikit ‘berbicara’ pada Tuhan walau hanya sebentar ….
Setelah aku mulai bekerja, doaku lebih
banyak untuk meminta berkat sebagai pekerja untuk bisa melakukan sesuatu
bagi banyak orang. Aku tetap berdoa, walau setelah bekerja, doa hanya
merupakan sebuah rutinitas saja, di sela2 kesibukanku sebagai pekerja
eksekutif muda di kota metropolitan. Aku juga tetap terus mendoakan
keluargaku, orang tuaku, walau sepertinya, seingatku, doaku hanya
sebatas di kulitnya saja, tanpa aku mau ‘bersekutu’ dengan NYA …..
Dalam pernikahanku, doaku bertambah,
untuk juga mendoakan keluargaku sendiri, suamiku dan anak2ku, sampai
kami bercerai dan aku menyandang sebagai ’single parent’ Doaku tidak
putus2nya, apa yang aku inginkan dan aku butuhkan. Tetapi, Tuhan tetap
mengatakan ‘tidak’ sebagai jawabanku, ketika aku menginginkan bahwa kita
tidak bercerai …..
Doaku terus berubah, sejalan dengan
kebutuhanku. Dan ketika aku terserang stroke 2 tahun lalu, aku benar2
berubah, doaku bukan hanya sekedar ‘rutinitas’ belaka walau rutinitas
itu tetap membuat aku selalu berusaha untuk ‘bersekutu’ dengan NYA. Aku
sungguh2 berdoa, senantiasa berdoa dan dalam doaku tetap aku selipkan
kepercayaanku pada Tuhan, untuk DIA tetap akan mengabulkan doaku JIKA DIPANDANG YANG TERBAIK UNTUKKU, bukan sekedar keinginanku …..
Seiring dengan perjalanan waktu dan
umurku yang terus bertambah, doaku mulai berkembang kearah persekutuan
dengan NYA, ketika aku mulai menjalani kehidupanku yang mulai sarat
dengan pencobaan. Sebelum menikah, hidupku masih sekedar ‘bersenang2′
saja, sekolah, menjalankan pertemanan dan berbahagia dengan keluarga
serta orang tuaku. Tetapi, setelah aku berumah tangga, aku melihat bahwa
hidupku mulai banyak onak duri. Mulai tentang sakitku dalam melahirkan
anak2ku, sampai perceraianku. Dan setelah aku stroke, doaku lebih
menitik beratkan bahwa keinginanku hanya untuk memuliakan nama NYA ……
Tentu aku masih manusia biasa. Walau
keinginanku sebagai penyandang pasca stroke dalam keterbatasan, untuk
hanya memuliakan nama Tuhan, tetapi di belakangku ada keinginan yang
lain. Bahwa aku masih harus membesarkan anak2ku sampai Tuhan
‘melepas’ku sebagai orang tua mereka. Aku masih harus bertanggung jawab
untuk mereka, termasuk bertanggung jawab untuk ‘kebahagiaan’ orang
tuaku. Doaku semakin lengkap. Bukan hanya keinginanku untuk beranggung
jawab kepada anak2ku serta orang tuaku, tetapi keinginanku untuk terus
memuliakan nama NYA. Aku sudah tidak menginginkan apa2 lagi, kecuali
untuk itu. Kehidupanku sebagai penyandang pasca stroke dalam
keterbatasan, menjadi ‘batu sandungan’ bagi beberapa orang untuk bisa
terus menemaniku. Walau aku sangat mengerti tentang itu, ku tetap tidak
putus2nya mendoakan untuk Tuhan tetap bisa memberikan hidupku lebih baik
lagi dalam berkegiatan, sehingga aku tidak merepotkan banyak orang …..
Ketika Tuhan mengatakan ‘tidak’ dalam doaku ( lihat tulisanku “Tuhan Ada Dimana? Mengapa Tuhan Tidak Mengabulkan Doa Kita?” ),
aku cepat tersadar, bahwa aku harus selalu hanya bersandar pada Tuhan,
dan bukan pada manusia. Karena manusia hanya sementara, termasuk orang
tuaku. Hanya pada tanganTuhanlah, yang bisa aku bisa berpegang, untuk
terus berharap, bahwa hidupku akan terus ditemani oleh Tuhanku …..
Kecewa? Apakah kita kecewa ketika doa
kita tidak dikabulkan oleh NYA? Sebagai manusia biasa, tentulah kita
sangat kecewa. Tetapi, tetap cepat sadar, bahwa seperti yang akutuliskan
di posting diatas, bahwa waktu kita itu tidak sama dengan waktu Tuhan.
Sehingga buat apa kita kecewa? Kecewa boleh2 saja, tetapi cepatlah
sadar. Bahwa Tuhan tidak akan pernah meninggalkan kita ……
Kehidupan doa-ku yang sebagai rutinitas
saja, sering membuat aku berpikir, bahwa begitu banyak yang aku inginkan
untuk Tuhan mengabulkannya, tetapi ternyata aku sering menyia2kannya.
Walau aku tetap bersandar pada NYA, kadang kala doaku ‘tersingkir’ oleh
rutinitasku dalam bekerja atau dalam keegoisanku sebagai manusia.
Tetapi dengan sabar tetap memberikan yang terbaik bagiku dan keluargaku.
Keegoisanku sebagai manusia benar2 membuat aku malu, bahwa apapun
keadaannya, Tuhan selalu mengasihiku dan menemaniku, walaupun aku
berkeluh kesah dengan keadaanku …..
Aku memang manusia biasa, apalagi, aku
hanya penyandang pasca stroke yang dalam keterbatasan. Teman dan
sahabat2ku sudah jauh ‘diujung’ sana, dengan tubuh yang sehat dan
kesempatan yang luas sebagai orang2 yang berkembang dalam waktu. Tetapi,
aku hanya masih ‘disini’ saja, ‘berjalan’ ditempat. Wajar, jika mereka
‘meninggalkan’ku, bukan karena memang mereka mau meninggalkan aku dan
tidak mau memperhatikan dan meyayangaiku sebagai sahabat mereka lagi,
tetapi aku memang sudah tidak bisa lagi mengikuti mereka, karena
keterbatasanku.
Tetapi, sahabat,
Apapun keadaan kalian, baik suka ataupun
duka, apapun kebutuhan dan keinginan kalian, tetaplah terus berdoa.
Karena, aku sudah menyaksikan dan berkesaksian, bahwa doa merupaka
‘alat’ untuk berhubungan dengan Tuhan, dan melalui doa, Tuhan ‘tahu’ apa
yang kalian butuhkan dan inginkan ( walau aku sangat yakin, bahwa Tuhan
tahu sekali apa yang kalian butuhkan dan kalian inginkan, walau kalian
tidak berdoa ). Dalam doa, Tuhan bisa ‘mengingatkan’ pada kalian, bahwa
DIA ingin selalu ‘menemani’ kalian, apapun keadaannya …..
Ketika doa sudah merupakan
rutinitas, tetap percaya, bahwa doa akan tetap terus menjadi sandaran
kita dalam permasalahan kita, sebagai manusia biasa, di dalam keegoisan
kita …..
*Jika aku ‘menggurui’ kalian, hanya permintaan maaf saja yang aku harapkan*
Tuhan sedang ‘menegurku’, untuk terus berdoa dan bersekutu dengan NYA, bukan hanya aku berdoa sebagai rutinitas saja …..
Salam …..
0 Response to "Ketika ‘Doa’ Hanya Sebagai Rutinitasku Saja ….."
Posting Komentar
Jika Anda tidak mempunyai akun google untuk memberi komentar, Anda dapat menggunakan Anonymous atau google + untuk memberikan komentar. Silahkan beri komentar. Terimakasih